Corporate Social Responsibilty (CSR)
dalam Industri Pertambangan Mineral dan Batubara
Pendahuluandalam Industri Pertambangan Mineral dan Batubara
Investasi di bidang eksplorasi dan penambangan pada negara-negara berkembang menunjukan peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dibarengi dengan meningkatnya kesadaran internasional pada persoalan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) khususnya disektor sumber daya alam.[2] Tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR telah menjadi salah satu isu yang paling penting yang dihadapi industri pertambangan.[3] Paul Kapelus dalam tulisannya yang dimuat dalam Journal of Business Ethics, pada tahun 2002 telah menyatakan bahwa:[4]
Globalisation is a driving force pushing companies to pay more attention to their CSR in developing countries as NGOs are also working in a wider, more globalised manner. The voice of society is changing and expectations of people to ensure their environment and society is treated responsibly, by themselves and others, is increasing. The combination of increasing awareness and the increase in expectations of different stakeholders (including the media), has placed demands on industries to reassess how they carry out their business interactions relating to all aspects of sustainability.
Globalisasi dengan demikian menjadi faktor pendorong yang mendorong perusahan untuk lebih memperhatikan CSR. Suara masyarakat telah berubah dan begitupun harapan orang yang ingin lebih memastikan lingkungan dan masyarakat mereka diperlakukan secara bertanggung jawab, semakin memingkat. Kombinasi meningkatnya kesadaran dan peningkatan harapan berbagai pemangku kepentingan (termasuk media), telah menempatkan tuntutan pada industri pertambangan untuk menilai kembali mengenai bagaimana mereka melakukan hubungan bisnis yang berkaitan dengan seluruh aspek yang berkelanjutan.
Meningkatnya kesadaran dan harapan pentingnya CSR dalam Industri Pertambangan Mineral dan Batubara di Indonesia semakin jelas dengan di undangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Dalam UU Minerba para pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Penyusunan program tersebut untuk kemudian akan dikonsultasikan kepada Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Kebijakan “Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat” yang terdapat dalam UU Minerba memang secara tegas tidak menyebutkan bahwa kebijakan tersebut adalah CSR, namun dapat dikatakan kebijakan tersebut identik dengan CSR. Terlebih karena memang industri pertambangan mineral dan batubara merupakan salah satu industri yang kegiatan usahanya diwajibkan untuk melaksanakan CSR sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), tepatnya pada Pasal 74.[5] Atas dasar alasan terurai diatas, menjadi sangat penting untuk menguraikan pengaturan CSR dalam industri pertambangan mineral dan batubara di Indonesia.
CSR dalam Industri Pertambangan
Dalam UU PT, pengaturan mengenai CSR hanya terdapat dalam 1 (satu) pasal yakni Pasal 74. Pasal 74 menegaskan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, yang mana kewajiban tersebut dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukandengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Apabila kewajiban tersebut tidak dijalankan maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya dalam penjelasan pasal tersebut ditegaskan pula mengenai tujuan diberlakukannya kewajiban CSR, “untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat.[6]
Ketentuan Pasal 74 UU PT kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut PP CSR). Salah satu pengaturan penting dalam PP CSR, terdapat dalam Pasal 6, dimana diatur pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dimuat dalam laporan tahunan Perseroan dan dipertanggungjawabkan kepada RUPS. Penjelasan Umum PP CSR juga menguraikan tujuan pemberlakuan CSR. Pengaturan tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut dimaksudkan untuk:
- meningkatkan kesadaran Perseroan terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan di Indonesia;
- memenuhi perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan; dan
- menguatkan pengaturan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan sesuai dengan bidang kegiatan usaha Perseoan yang bersangkutan.
Kementerian ESDM meyakini kegiatan pengembangan masyarakat (Community Development) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pengembangan sektor ESDM. Program ini tidak hanya penting bagi pemilik perusahaan tetapi juga bagi masyarakat sekitar dalam rangka menciptakan kondisi yang kondusif bagi kegiatan perusahaan juga bagi pemberdayaan masyarakat yang ada disekitar tambang.[7]
Pasal 106 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP 23/2010) menegaskan Pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar WIUP dan WIUPK. Program tersebut harus dikonsultasikan dengan Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan masyarakat setempat. Masyarakat setempat dalam hal ini dapat mengajukan usulan program kegiatan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat kepada bupati/walikota setempat untuk diteruskan kepada pemegang IUP atau IUPK. Pengembangan dan pemberdayaan diprioritaskan untuk masyarakat di sekitar WIUP dan WIUPK yang terkena dampak langsung akibat aktifitas pertambangan. Prioritas masyarakat tersebut merupakan masyarakat yang berada dekat kegiatan operasional penambangan dengan tidak melihat batas administrasi wilayah kecamatan/kabupaten.
Selanjutnya ayat (6) dan (7) dari pasal tersebut mengemukakan Program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dibiayai dari alokasi biaya program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat pada anggaran dan biaya pemegang IUP atau IUPK setiap tahun. Alokasi biaya program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dikelola oleh pemegang IUP atau IUPK. Berikutnya Pasal 107 PP 23/2010 memberikan pengaturan bahwa Pemegang IUP dan IUPK setiap tahun wajib menyampaikan rencana dan biaya pelaksanaan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari rencana kerja dan anggaran biaya tahunan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya untuk mendapat persetujuan
Pembentuk undang-undang dalam redaksi Pasal 108 PP 23/2010 mewajibkan, bagi setiap pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi untuk menyampaikan laporan realisasi program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setiap 6 (enam) bulan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Hal yang patut untuk dicermati oleh pemegang IUP dan IUPK terkait dengan adanya sanksi bagi pelanggar kewajiban pengembangan dan pemberdayan masyarakat, yang diatur dalam Pasal 110 PP 23/2010. Pasal tersebut menegaskan apabila kewaiban pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dilanggar maka akan diberikan sanki administratif berupa: peringatan tertulis, penghentian sementara IUP Operasi produksi atau IUPK Operasi Produksi mineral atau batubara; dan atau pencabutan IUP atau IUPK.
Simpulan
Industri pertambangan di Indonesia wajib melaksanakan kegiatan CSRnya dengan berpegang pada prinsip berkelanjutan. Istilah yang digunakan dalam UU Minerba dengan UU PT tidaklah sama, karena dalam UU Minerba digunakan istilah pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sedangkan dalam UU PT istilah yang digunakan adalah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Menurut Pasal 110 PP 23/2010, apabila kewajiban pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dilanggar maka akan diberikan sanksi administratif berupa: peringatan tertulis, penghentian sementara IUP Operasi produksi atau IUPK Operasi Produksi mineral atau batubara; dan atau pencabutan IUP atau IUPK.
Daftar Pustaka
Ade Adhari, Tinjauan Yuridis: Kebijakan Pemberlakuan Tanggung Jawab Corporate Social Responsibility (CSR), Energy and Mining Law Institute (EMLI), Jakarta, 12 Februari 2015.
Catherine Macdonald, et.al, Social Responsibility in the Mining and Metals Sector in Developing Countries, Australian Goverment.
- A.. Adey et.al., Corporate Social Responsibility Within the Mining Industry: Case Studies from Across Europe and Russia.
Prospectors and Developers Association of Canada, Sustainable Development and Corporate Social Responsibility: Tool, Codes and Standards for the Mineral Exploration Industry, Maret 2007
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas
[1] Saat ini penulis tengah menempuh Program Kajian Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) pada Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.
[2] Disimpulkan dari pernyataan Catherine Macdonald, et.al, Investment in exploration and mining activities in developing countries has increased exponentially in recent years....... This significant expansion of mineral sector investment in the developing world has coincided with a period of increasing international focus on Corporate Social Responsibility (CSR), particularly in the resources sector. Lihat dalam Catherine Macdonald, et.al, Social Responsibility in the Mining and Metals Sector in Developing Countries, Australian Goverment, halaman 2.
[3] Prospectors and Developers Association of Canada, Sustainable Development and Corporate Social Responsibility: Tool, Codes and Standards for the Mineral Exploration Industry, Maret 2007, halaman 1.
[4]E. A.. Adey et.al., Corporate Social Responsibility Within the Mining Industry: Case Studies from Across Europe and Russia, halaman 154. Lihat pula dalam Paul Kapelus, Mining, corporate social responsibility and the “community”: The Case of Rio Tinto, Richards Bay Minerals and the Mbonambi, Journal of Business Ethics, 2002, 39, 275-296
[5]Lihat dalam Ade Adhari, Tinjauan Yuridis: Kebijakan Pemberlakuan Tanggung Jawab Corporate Social Responsibility (CSR), Energy and Mining Law Institute (EMLI), Jakarta, 12 Februari 2015,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar